DevelopMe #2

Pandemi = Sulit Cari Relasi?

Pandemi yang terjadi saat ini telah memaksa manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi secara terbatas. Pandemi secara tidak langsung juga mengubah cara komunikasi menjadi virtual. Hampir semua interaksi dan komunikasi harus dilakukan secara daring dan tanpa tatap muka langsung. Jika biasanya kita dapat saling mengenal dan lebih dekat dengan bertegur sapa, saat pandemi segalanya menjadi berbeda. Hal ini terkadang membuat beberapa orang mengalami kesulitan untuk berbaur dan berinteraksi dengan orang baru. Tapi apakah benar mencari teman itu lebih sulit di masa pandemi?

Menurut penelitian, 41,7% dari 175 mahasiswa tingkat pertama merasa lebih kesepian saat pandemi COVID-19 dan salah satunya disebabkan karena kurangnya pertemanan dan interaksi yang mendalam di universitas (Lippke, et al., 2021). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya batasan interaksi di masa pandemi mengakibatkan interaksi menjadi kurang intens. Akibatnya, mayoritas merasa sulit mendapatkan teman, khususnya mahasiswa tingkat pertama yang harus beradaptasi di lingkungan universitas sebagai lingkungan yang baru bagi mereka. Apakah kalian juga merasakan hal yang sama? Padahal, memiliki teman dan hubungan sosial di perguruan tinggi berperan penting bagi kesehatan mental dan pengembangan diri di masa perkuliahan, lho

ONION THEORY

Tentunya kita tahu bahwa dalam pertemanan, selalu dimulai dari dua atau lebih orang yang tidak saling mengenal. Kemudian seiring waktu, orang-orang tersebut menjadi lebih dekat satu sama lain. Dari hal ini, tentunya dapat kita lihat bahwa dalam berteman selalu ada tahapan-tahapannya. Tahapan dalam pertemanan inilah yang kemudian dibahas dalam social penetration theory atau nama lainnya onion theory yang disampaikan oleh Altman & Taylor. Dalam teori ini, relasi antarmanusia digambarkan seperti bawang yang memiliki lapisan-lapisan. Lapisan tersebut merupakan tahapan perkembangan relasi antarmanusia, dimana ketika kita membuka satu lapisan maka akan terlihat lagi lapisan lainnya.

Semakin dalam lapisan, menunjukkan semakin intim informasi diri seseorang. Lapisan paling luar merupakan “public image” mengenai informasi bersifat superficial yang ditampilkan dan dapat dilihat oleh orang lain. Informasi ini biasanya diketahui oleh orang-orang yang baru ditemui. Misalnya adalah informasi tentang nama, asal, alamat hingga lagu favorit, hobi, atau kegiatan sehari-hari. Sedangkan, yang terdalam merupakan “private self” atau “core self” yang merupakan hal paling privat dan hanya diungkapkan ke beberapa orang. Mungkin IPK bisa jadi salah satu contohnya. Adanya interaksi interpersonal memungkinkan kita untuk mencapai “core” dari seseorang dengan mengupas satu per satu lapisan. Nah, untuk mencapai “core” dari seseorang inilah yang membutuhkan waktu (Carpenter & Greene, 2016).

Sumber: Pecune, 2013

Agar suatu hubungan dapat terus berkembang hingga “core”, dibutuhkan pertukaran informasi antarindividu tersebut. Maka untuk menjelaskan hal ini terdapat istilan breadth dan depth dalam social penetration theory. Depth merupakan keintiman sebuah hubungan, sedangkan breadth adalah banyaknya topik yang didiskusikan. Breadth juga dapat mengacu pada banyak bidang dalam kehidupan individu yang dipilih untuk dibagikan. Bidang dalam kehidupan ini misalnya adalah mengenai keluarga, pendidikan yang ditempuh, atau karir. Secara teori, semakin dalam lapisan, maka akan semakin intim hubungan dan semakin banyak hal dalam kehidupan yang dibagikan.

Namun, tidak menutup kemungkinan keduanya tidak berjalan beriringan. Bisa saja terjadi depth without breadth atau sebaliknya breadth without depth. Dalam hubungan, bisa saja interaksi terjadi secara mendalam, tapi tidak meluas (depth without breadth). Misalnya ketika seseorang berani membuka diri mengenai karirnya secara detail, tapi tidak membagikan tentang keluarganya. Bisa juga terdapat banyak hal yang bisa dibagikan, tapi tidak mendalam (breadth without depth). Hal ini sering terjadi pada percakapan sehari-hari. Misalnya adalah saat kita bertemu seseorang dan bertanya kabar.

TIPS MENCARI TEMAN DI MASA PANDEMI

Mencapai breadth dan depth memang bukan hal yang mudah. Butuh usaha lebih dan waktu untuk bisa akrab dengan teman baru, khususnya di masa pandemi. Meskipun bukan hal yang mudah, tapi Mitch Prinstein (dalam Bieltz, 2020) punya cara yang bisa dilakukan, diantaranya:

  • Coba buat peluang one-on-one conversation

Peluang ini bisa dibuat, salah satunya dengan menanyakan tugas atau hal yang berkaitan dengan kegiatan kuliah. Selanjutnya, mulai percakapan santai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan topik-topik random. Hal ini akan membuat lawan bicara lebih terbuka padamu. Selain itu, kamu bisa gunakan kesempatan ini untuk saling menemukan kesamaan. Biasanya, individu yang memiliki kesamaan, baik itu kesamaan hobi, idola, atau bahkan kebiasaan akan lebih cepat akrab satu sama lain.

  • Membiasakan diri dengan awkward

Pertama kali berbincang melalui chat atau meet pasti akan ada perasaan canggung. Tapi, coba biasakan diri dengan rasa canggung ini. Kamu bisa coba untuk mulai percakapan atau merespon orang lain. Tidak ada salahnya SKSD, asalkan tidak sampai mengganggu. Pembawaan yang menyenangkan ketika berkomunikasi akan memberikan perasaan dihargai ketika berbicara. Jadi, jangan lupa berikan reaksi-reaksi menyenangkan. Meskipun di awal terasa canggung, tetapi pada akhirnya akan terbayar dengan sebuah pertemanan yang berharga

  • Gunakan teknologi

Selama pandemi, teknologi pasti sudah jadi teman sehari-hari. Mulai dari perkuliahan menggunakan aplikasi video meeting, menghubungi teman menggunakan aplikasi chat, hingga pesan makanan dengan aplikasi pesan antar. Teknologi semacam ini juga bisa dipakai untuk lebih dekat dengan teman. Caranya adalah dengan have fun bareng. Ada banyak hal yang kamu dan teman kamu lakukan bersama, misalnya dengan main game atau nonton film bersama. Menurut Prinstein, ketika individu berbagi pengalaman menyenangkan bersama, di saat itulah tercipta ikatan yang lebih kuat. 

Jadi, jangan khawatir tidak bisa mendapat teman di masa pandemi ini. Pandemi bukan penghalang untuk mencari relasi. Cara-cara di atas bisa kalian coba untuk lebih akrab dengan teman baru. Tapi ingat, setiap orang butuh waktu berbeda untuk dapat membuka “core”-nya. Begitu pula kamu yang tidak perlu memaksakan diri untuk membuka “core”-mu pada orang lain. Jangan terburu-buru, sabar, dan nikmati saja prosesnya. Selamat mencoba!

Referensi

Bieltz, B. 2020. How to make friends during a pandemic. Diakses dari Situs Web University of North Carolina at Chapel Hill. https://www.unc.edu/discover/how-to-make-friends-during-a-pandemic/

Carpenter, A & Greene, K. Social Penetration Theory.  In Berger, C. R., Roloff, M. E., Wilson, S.R., Dillard, J.P., Caughli, J., & Solomon, D. (Eds.). The International Encyclopedia of Interpersonal Communication. Hoboken: Wiley

Lippke, S., Fischer, M. A., Ratz, M. 2021. Physical Activity, Loneliness, and Meaning of Friendship in Young Individuals – A Mixed-Methods Investigation Prior to and During the COVID-19 Pandemic with Three Cross-Sectional Studies. Frontiers in Psychology. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.617267

Pecune, F. 2013. Toward a Computational Model of Social Relations for Artificial Companions. Humaine Association Conference on Affective Computing and Intelligent Interaction, ACII. 677-682

 

Oleh: Tuffahati Nadhifa Srihadini – PSDM

Leave a comment

Your email address will not be published.

3 thoughts on “DevelopMe #2”