Latar Belakang
Manusia menghirup udara yang mengandung oksigen. Namun yang menjadi permasalahan, udara yang masuk ke dalam paru-paru manusia tidak hanya oksigen, melainkan juga kandungan yang berbahaya untuk kesehatan. Hal itu sering disebut dengan polusi udara. Selain berbahaya untuk kesehatan, polusi udara juga berbahaya untuk ekosistem.
Polusi udara adalah pencemaran atmosfer yang disebabkan oleh gas, cairan, atau limbah padat yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia, lingkungan, mengurangi jarak pandang, dan merusak bahan (USEPA, 2003). Polusi udara mengandung zat-zat berbahaya seperti partikulat, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan senyawa mudah menguap yang berasal dari industri, kendaraan, pertanian dan peternakan (Priyana, 2023). Dalam pendapat lain, polusi udara merupakan isu yang signifikan di negara-negara berkembang dan diyakini dapat menyebabkan lebih banyak kerugian daripada penyakit AIDS, malaria, kanker payudara, dan tuberkulosis (Janssena, dkk., 2013). Hal tersebut didukung studi terbaru bahwa keterpaparan zat-zat pencemar udara telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan jantung-paru, diabetes, sindrom metabolik, gangguan neurobehavioral, dan masalah reproduksi (Snow dkk., 2018). Polusi udara memiliki kandungan yang berbahaya bagi kesehatan individu terutama polutan-polutan buruk masuk ke saluran pernafasan hingga merusak organ-organ di dalamnya.
Polusi udara mengakibatkan rusaknya lingkungan. Penyebabnya adalah adanya ozon (O3). Hal tersebut bukan lapisan ozon seperti yang ada di atmosfer bumi, melainkan jenis polutan yang terbentuk melalui reaksi matahari dengan polusi primer seperti NO dan NO2 (Hidayat dkk., 2022). Polutan tersebut akan menghambat ekosistem seperti burung dan serangga. Sementara itu, polusi udara dapat mengakibatkan hujan asam yang berimplikasi ekosistem biota-biota di sekitar hujan asam (Cahyono, 2007). Dengan demikian, polusi udara dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Dalam beberapa waktu terakhir, polemik polusi udara di media sedang naik, terutama di DKI Jakarta. Menurut Susi Setiawati (2023) melalui CNBC, Jakarta termasuk 5 kota besar terpolusi di dunia setelah Tashkent, Uzbekistan. Dari data tersebut, beberapa masyarakat yang menetap di Jakarta menjadi cemas. Isu tersebut, beberapa minggu lalu di Twitter, sempat tagar #PolusiUdara naik dan saling menyalahkan siapa penyebab polusi tersebut antara masyarakat dan pemerintah (Hendarto, 2023). Artinya jelas bahwa naiknya perhatian publik terhadap polusi udara merupakan representasi keresahan masyarakat Jakarta atas buruknya kualitas udara.
Padahal, sebagai warga negara Indonesia, berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat, terutama kualitas udara yang bersih. Menurut UU RI No. 32 Tahun 2009, lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya mengatasi polusi udara adalah tanggung jawab pemerintah atas pemenuhan hak asasi manusia. Hal tersebut didasarkan pada pemenuhan keberlangsungan hidup manusia.
Dengan konteks tersebut, tulisan ini akan mengulas polusi udara dan berbagai polemiknya. Di samping itu, polusi udara di Jakarta adalah salah satu contoh kegagalan pemerintah dalam menjaga keberlangsungan hidup warga yang menetap di dalamnya. Dengan demikian, polusi udara dan keberlangsungan hidup manusia menjadi topik yang relevan untuk dibahas.
Kondisi Terakhir di Jakarta
Dari literatur lama, Jakarta sejak 1990 merupakan kota berpolusi. Didukung riset yang dilakukan WHO tersebut, partikel Suspended Particulate Matter (SPM) telah dipaparkan pada riset mereka bahwa partikel SPM masalah yang serius pada waktu itu. SPM sendiri berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (Mage et al., 1995).
Tiga puluh tahun lebih setelahnya, tepatnya pada tahun 2023, polemik polusi udara membuat warga Jakarta khawatir. Pertengahan Agustus lalu, data menurut IQAir termasuk dalam kategori tidak sehat. Bersamaan dengan itu, Jakarta bahkan termasuk dalam peringkat ke-4 kota besar paling berpolusi di seluruh dunia (Setiawati, 2023). Hingga awal September per tanggal 5 tahun 2023, polusi tersebut tak kunjung usai. Menurut Setiawati data dari IQAir (2023), udara pada hari tersebut jam 6 pagi dalam kondisi tidak sehat dihirup dengan kandungan PM 2.5 yang mencapai 12,9 kali lipat dari standar tahunan WHO.
Penyebab Polusi Jakarta
Polemik polusi udara hingga akhirnya membuat orang bertanya, darimana polusi ini datang? Adapun untuk menjawab persoalan itu akan dipaparkan melalui beberapa poin penting. Poin tersebut meliputi transportasi dan industri.
Pertama, tingginya mobilitas di Jakarta membuat banyak kendaraan. Selain menyebabkan macet, volume kendaraan pun bertambah. Polusi udara yang bersumber dari kegiatan transportasi di Indonesia yang paling banyak berpengaruh sebagai pencemar adalah karbon monoksida (CO) sebesar 70,50%, nitrogen oksida (NO) sebesar 8,89%, sulfur oksida (SO) sebesar 0,88%, Hidrokarbon (HC) sebesar 18,34%, dan partikel sebesar 1,33% (Nugrahani, 2005).
Kedua, industri adalah penyumbang polusi berikutnya. Kegiatan industri sempat ramai didiskusikan di media sosial, khususnya Twitter (Hendarto, 2023). Sebab, masyarakat Jakarta menganggap PLTU merupakan dalang dibalik buruknya kualitas udara Jakarta. Sementara, pihak pemerintah mengeklaim bahwa peyumbang terbanyak adalah kendaraan. Dari polemik itu, pada 10 September 2023, Polda Metro Jaya membentuk tim satgas untuk menelusuri 12 pabrik di Jakarta (Kurnia, 2023). Dengan demikian, penelusuran sumber polusi udara Jakarta masih dalam penyidikan lebih mendalam.
Dampak Polusi Jakarta
Polusi udara yang terjadi di DKI Jakarta telah menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, lingkungan dan ekonomi. Polusi udara akan berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, sebab udara yang bercampur dengan zat-zat berbahaya akan terhirup langsung oleh manusia. Salah satu penyakit yang timbul akibat polusi udara yakni ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan). Berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan, terjadi lonjakan kasus ISPA di daerah Jabodetabek hingga mencapai 200.000 kasus pada Agustus 2023. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan mengingat daerah Jabodetabek merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Tidak hanya itu, polusi udara juga berdampak pada lingkungan berupa terganggunya ekosistem, kerusakan hutan, terjadinya hujan asam, bahkan perubahan iklim. Selain itu, polusi udara juga berdampak pada sektor ekonomi masyarakat. Kegiatan ekonomi menjadi terhambat akibat adanya pembatasan kegiatan di luar ruangan. Distribusi barang juga dapat terhambat akibat jarak pandang yang berkurang.
Representasi Gagalnya Pemerintah dalam Pemenuhan HAM Setiap Warganya
Terciptanya lingkungan yang sehat dan bersih merupakan dambaan tempat untuk tinggal setiap orang. Namun, kondisi akhir-akhir ini bertolak belakang dengan dambaan tersebut. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, polusi udara di Kota DKI Jakarta adalah isu lingkungan. Dampak dari isu lingkungan dapat membahayakan nyawa masyarakat yang menetap di sana. Oleh sebab itu, lingkungan yang buruk memiliki indikasi bahwa terancamnya nyawa individu.
Polusi udara di Jakarta adalah salah satu representasi gagalnya pemerintah dalam pemberian lingkungan hidup yang sehat atas pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dimiliki oleh setiap Warga Negara Indonesia (WNI). Berdasarkan UU RI No. 32 Tahun 2009, setiap penduduk Indonesia memiliki hak asasi untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan baik. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal 28H Konstitusi UUD RI Tahun 1945. Selain payung hukum di Indonesia pada bulan Oktober 2021, PBB telah menyatakan bahwa setiap manusia mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan merupakan hak dasar manusia atau hak asasi manusia (PBB, 2021).
Namun, implementasi dari regulasi hukum dan deklarasi tersebut untuk sementara gagal di Indonesia. Satu bulan sebelum PBB mendeklarasikan lingkungan hidup adalah hak asasi manusia, melalui putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada bulan September tahun 2021, memutuskan bahwa 7 pejabat dan petinggi negara dinyatakan bersalah atas polusi udara di Jakarta yang mana pejabat tersebut termasuk Presiden Joko Widodo, Gubernur Anies Baswedan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Kesehatan (Arif, 2021). Melihat kabar tersebut, pemerintah belum sepenuhnya memenuhi hak asasi manusia, yaitu terciptanya lingkungan hidup yang sehat dan bersih.
Daftar Pustaka
Arif, Ahmad. (2021). Presiden hingga Gubernur Bersalah atas Polusi Udara di Jakarta. Diakses pada 14 September 2023 melalui https://www.kompas.id/baca/ilmu-pengetahuan-teknologi/2021/09/16/presiden-hingga-gubernur-bersalah-atas-polusi-udara-di-jakarta
Bagian ‘’Menimbang’’ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Cahyono, W. E. (2007). Pengaruh Hujan Asam pada Biotik dan Abiotik. Lapan Jurnal 8(3).
Hendarto, Y. M. (2023). Saling Tuding Penyebab Polusi Udara. Diakses pada 14 September 2023 melalui https://www.kompas.id/baca/riset/2023/08/19/saling-tuding-penyebab-polusi-udara
Hidayat, R., Amir, R., & Majid, M. (2022). Polusi Udara Pada Ruang Basement Parkir: A Systematic Review. J-HESTECH, 5(2), 135-150. P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online). DOI: 10.25139/htc.v5i2.4417
Janssena, N. et al., 2013. Short-term effects of PM2.5, PM10 and PM2.5–10 on daily mortality in the Netherlands. Science of The Total Environment, 463-464(1), pp. 20-26.\
Kurnia, Eka. (2023). Cari Sumber Polusi Udara Jakarta, Polisi Sidak 12 Pabrik. Diakses pada tanggal 24 September 2023 melalui https://www.kompas.id/baca/metro/2023/09/10/cari-sumber-polusi-udara-jakarta-polisi-sidak-12-pabrik
Mage, D., Ozolins, G., Peterson, P., Webster, A., Orthofer, R., Vandeweerds, V., & Gwynnet, M. (1995). Urban Air Pollution in Megacities of the World. Atmospheric Environment, 30(5), 681-686. Printed in Great Britain: Elsevier Science Ltd.
Nugrahani, P. (2005). Faktor Fisiologis Tanaman yang Menentukan Serapan Polutan Gas NO2 dan Nilai Visual Jalur Hijau Jalan Kota Surabaya. Tesis Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (2021). Access to a healthy environment, declared a human right by UN rights council. Diakses pada tanggal 14 September 2023 melalui https://news.un.org/en/story/2021/10/1102582
Priyana, Yana. (2023). Studi Kausalitas antara Polusi Udara dan Kejadian Penyakit Saluran Pernapasan pada Penduduk Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Jurnal Multidisiplin West Science Vol. 02, No. 06, Juni, pp. 462 ~ 472.
Setiawati, Susi. (2023). Kota Sampit Paling Polusi di RI, Jakarta Terburuk di Dunia? Diakses pada tanggal 14 September 2023 melalui https://www.cnbcindonesia.com/research/20230911070757-128-471192/kota-sampit-paling-polusi-di-ri-jakarta-terburuk-di-dunia
Setiawati, Susi. (2023). Polusi Udara Jakarta Memburuk, Kalbar Paling Buruk. Diakses pada tanggal 14 September 2023 melalui https://www.cnbcindonesia.com/research/20230905070825-128-469183/polusi-udara-jakarta-memburuk-kalbar-paling-buruk
Snow, S. J., Henriquez, A. R., Costa, D. L., & Kodavanti, U. P. (2018). Neuroendocrine Regulation of Air Pollution Health Effects: Emerging Insights. Toxicological Sciences : An Official Journal of the Society of Toxicology, 164(1), 9–20. https://doi.org/10.1093/toxsci/kfy129
United States Environmental Protection Agency (USEAP). (2003). Available at: https://www3.epa.gov/airnow/aq_forecasting_guidance-1016.pdf
Yu, T., Wanga, W., Ciren, P. & Zhua, Y., 2016. Assessment Of Human Health Impact From Exposure To Multiple Air Pollutants In China Based On Satellite Observations. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, Volume 52, pp. 542-553.